Rabu, 20 Juni 2012


(1). Pengertian Hawalah
Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah para fukoha hawalah adalah pemindahan atau pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menanggung hutang tersebut.
Batasan ini dapat digambarkan sebagai berikut. Misalnya A meminjamkan sejumlah uang kepada B dan B sebelumnya telah meminjamkan sejumlah uang kepada C. Untuk lebih menyederhanakan persoalan, kita asumsikan bahwa hutang C pada B sama jumlahnya dengan hutang B pada A. Ketika A menagih hutang kepada B, ia mengatakan kepada A bahwa ia memiliki piutang yang sama pada C. Karena itu B memberitahukan kepada A dan ia dapat menagihnya kepada C dengan catatan ketiga-tiga orang itu menyepakati perjanjian hawalah dahulu.
2. Landasan Syariah Akad Hawalah
Pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad ZAW sampai sekarang. Dalam al-Qur'an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling tolong menolong satu sama lain, lihat al-Qur'an : 5: 2. Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut.
a. As-Sunnah.
Rasulullah SAW bersabda : " Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. Dan apabila salah seorang dari kamu dipindahkan penagihannya kepada orang lain yang mampu, hendaklah ia menerima." H. R. Ahmad dan Abi Syaibah. Semangat yang dikandung oleh hadis ini menunjukkan perintah yang wajib diterima oleh orang yang dipindahkan penagihannya kepada orang lain. Karena itu menurut Imam Ahmad dan Dawud adh-Dhohiri orang yang dipindahkan hak penagihannya wajib menerima akad hawalah. Hanya saja jumhur ulama tidak mewajibkan hal itu dan menakwilkan kata perintah dalam hadis ini mempunyai kedudukan hukum sunnah atau dianjurkan saja, bukan sebagai suatu kewajiban yang harus diikuti.
b. Ijma'
Pada prinsipnya para ulama telah sepakat dibolehkannya akad hawalah ini. Hawalah yang mereka sepakati adalah hawalah dalam hutang piutang bukan pada barang konkrit.
3. Rukun Hawalah
Menurut madzhab Hanafi rukun hawalah ada dua yaitu ijab yang diucapkan oleh Muhil dan qobul yang diucapkan oleh Muhal dan Muhal alaih. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun hawalah ada enam macam yaitu:
a.    Muhil ( orang yang memindahkan penagihan yaitu orang yang berhutang).
b.    Muhal ( orang yang dipindahkan hak penagihannya kepada orang lain yaitu orang yang mempunyai piutang).
c.    Muhal alaih ( orang yang dipindahkan kepadanya objek penagihan).
d.    Muhal bih (hak yang dipindahkan yaitu hutang).
e.    Piutang Muhil pada Muhal alaih.
f.    Shighot.
Dalam contoh di atas Muhil adalah B, Muhal adalah A dan Muhal alaih adalah C. Dalam akad hawalah Ijab yang diucapkan oleh Muhil mengandung pengertian pemindahan hak penagihan, umpamanya ia berkata kepada A : Aku pindahkan (hawalahkan) hak penagihanmu terhadap hutang saya kepada C. Sementara itu A dan C menyetujui dengan mengucapkan " Kami setuju". Dengan demikian akad hawalah tersebut dapat dilaksanakan dengan masing-masing pihak puas dan rela.
4. Syarat-Syarat Hawalah
Persyaratan hawalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih. Berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus, pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh.
Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan.
Di samping itu persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama terutama untuk meredam rasa kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal. Pertama, Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia menerima akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih. Pertama, sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di luar majlis.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih. Pertama, ia harus berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.
5. Jenis-jenis Hawalah
Ada dua jenis hawalah yaitu hawalah muthlaqoh dan hawalah Muqoyyadah.
Hawalah Muthlaqoh
      Hawalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (oarang pertama) kepada orang lain ( orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya hubungan hutang pituang kepada B, maka hawalah ini disebut Muthlaqoh. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi'ah sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.
      Hawalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhal.
Hawalah Haq
      Hawalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil adalah pemberi utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi jika piutang A mempunyai hutang kepada piutang B.
Hawalah Dayn
      Hawalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hawalah Haq. Pada hakekatnya hawalah dayn sama pengertiannya dengan hawalah yang telah diterangkan di depan.
6. Kedudukan Hukum Hawalah
      Pertama, jika hawalah telah disetujui oleh semua pihak maka tanggungan Muhil menjadi gugur dan ia kini bebas dari penagihan utang. Demikian menurut jumhur ulama. Kedua, dengan ditandatanganinya akad hawalah, maka hak penagihan Muhal ini telah dipindahkan kepada Muhal alaih. Dengan demikian ia memiliki wilayah penagihan kepadanya.
7. Berakhirnya Akad Hawalah
      Akad hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini.
a.    Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hawalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
b.    Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya akad hawalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
c.    Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad hawalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
d.    Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hawalah karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
e.    Jika Muhal menghibahkan harta hawalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
f.    Jika Muhal menyedekahkan harta hawalah kepada Muhal alaih. Ini sama dengan sebab yang ke 5 di atas.
g.    Jika Muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal Alaih.

Penulis : Ust. Ahmad Sarwat, Lc


(2)Sistem Operasional Asuransi Kerugian dalam            
   mengeleminir Riba Dan Kontrak Batil.
Adanya Konsep Tolong Menolong ( Takafuli) Yaitu Konsep tolong Menolonga atau saling melindungi dalam kebenaran dalam bentuk kontribusi dana kebajikan (dana Tabarru’)
A. Perjanjian (Akad)
          Dalam akad asuransi mendasarkan pada akad tabarru’ . Dalam hal ini terdapat perbedaan pandang dalam masalah akad tabarru’. Karena sebagian besar asuransi dalam praktiknya memberi bagian bagi hasil (Mudharabah) apa bila terjadi surplus dana tabarru’. Padahal
          Dana tersebut telah diikhlaskan sebagai dana amal bagi peserta asuransi guna menolong sesama peserta yang tertimpa musibah tertentu atau kemalangan
          Dalam hal ini Ulama DSN Takaful    Indonesia menyatakan bahwa akad tersebut tidak sah karena adanya dua akad dalam satu akad yaitu akad Tabarru’ dan Akad Mudharobah. Ulam DSN dengan tegas mengatur akad Tijarah (akad Jual Beli) dan akad Tabarru’ (akad Shadaqoh).
1.Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya
2.Jenis Akad Tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Pertanyaan. Bolehkah pihak Asuransi memberikan bagi hasil dari dana tabarru’ kepada peserta asuransi ?.
B. Prinsip Prinsip Asuransi (Kerugian)
1. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar (Qs.2.
          284. Qs. 255. Qs. 3. 120 dan Qs. Taaha. 6)
2. Prinsip Tolong Menolong (Qs.3. 2. Qs. Az.
           Zukhruf. 32. Qs. Al-Anfal.72)
3. Prisip saling Bertanggung Jawab
4. Prinsip Saling Kerjasama dan Bantu membantu dam bentuk:
           a       . Melaksanakan fungsi harta dengan benar,   
           b. Menepati Janji
           c. Sabar ketika mengalami bencana.
5. Prinsip saling melindungi dari Berbagai
    Kesusahan
6. Prinsip Kepentingan Teransuransikan
          Kepentingan dapat terjadi karena adanya:
          1. Kepemilikan
          2. Kuasa dari orang lain
          3. Karena undang-undang
          ini berkaitan dengan posisi kedudukan harta yang ada pada manusia ;
          1. Anugrah Allah yang harus disyukuri
          2. Amanah Allah yang Harus       dipertanggung Jawabkan
          3. Fitnah ujian dari Allah harus diantisipasi
          4. Hiasan Hidup
          5. Sebagai bekal ibadah
7. Prinsip Itikad Baik
          Inti dari Itikad baik adalah Kejujuran
          a.       Kejujuran Peserta dalam memberi        semua informasi yang diperlukan          pengelola baik   diminta atau tidak,          informasi tersebut mengenai obyek     pertanggungan yang akan           mempengaruhi keputusan pengelola      dalam memberikan pertanggungan.
          b.       Kejujuran Pengelola dalam memberikan                   
                   informasi kepada peserta baik yang    menyangkut perjanjian polis  maupun    untuk mengetahui tentang hasil-hasil pengelolaan,  serta klaim ketika hal itu          terjadi
8. Prinsip Ganti rugi
                   Funsi asuransi adalah mengalihkan        resiko yang kemungkinan diderita oleh           tertanggung karena terena terjadinya          suatu perustiwa yang tidak pasti.
9. Pinsip penyebab Dominan.
                   Jika terjadi suatu peristiwa yang dapat
          menimbulkan tuntutan ganti rugi dari pihak tertanggung kerugian dapat dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin atau tidak dikecualikan dengan polis. Contoh ada 2 orang berkehi lalu satu orang jatuh di jalan lalu tertabrak mobil dan luka parah kemuian mati. Maka orang tersebut dapat asuransi karena bukan perkelahian tapi ketabrak mobil sebagi penyebab kematian.
10. Hak  Subrogasi
          Ganti rugi yang diberikan dari pihak asuransi kepada tertanggung karena adanya sebab kecerobohan pihak ketiga. Contoh. Rumah peserta asuransi terbakar karena pihak ketiga maka pihak penanggung membayar klaim maka pihak tertanggung tidak beleh meneriama ganti rugi dari pihak ketiga
11. Prinsip Kontribusi (al-Musahamah)
          al-Musahamah “kontribusi) adalah bentuk kerjasama mutual dimana tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan perta tersebut berhak memperoleh konpensasi atas kontribusinya tersebut berdasarkan saham (premi) yang ia miliki (bayarkan)
          Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa syarikah al-musahamah adalah suatu jenis perniagaan (syarikah al-amwal) yang paling penting. Modal syarikah ini dibagikan kepada bagian-bagian kecil peserta yang jumlahnya sama banyaknya
MM Billah. Dalam makalahnya yang disajikan dalam internasional Conference Takaful Insurance 23 Juni 1999 di Kuala Lumpur yang berjudul” Principles of Contracts affecting Takaful and Insurance A Comparative Analysis” (Prinsip Kontrak yang mempengaruhi Takaful Dan Asuransi [Adalah] suatu Komparatip Analisa) 
Dimana setiap bagian tersebut disebut saham yang tidak boleh dipecah-pecah kecuali hanya berganti milik. Hak dan tanggung jawab pemegang saham (shahibul mal) adalah terbatas pada besar kecilnya nilai saham yang ia miliki dalam perusahaan tersebut.
Mangatakan bahwa Kontribusi (al-Musahamah) dalamperjanjian takaful adalah pertimbangan keuangan (al-’iwad) dari bagian peserta yang merupakan kewajiban yang muncul dari perjanjian antara peserta dan pengelola. Perjanjian takaful dalam kerja sama mutual yang mana pertimbangan dibutuhkan tidak hanya dari satu pihak, tapi kedua pihak sehingga pengelola juga secara sama terkait dengan perjanjian tadi serta dalam ganti rugi keuntungan. Hal ini dibenarkan dalam Islam berdasarkan (QS. Al-Maidah: 2)

Judul Buku: Perbankan Syari’ah Dan Produk-Produknya format.ppt
http://grupsyariah.blogspot.com

(3)Pinjaman Kebajikan Non Compensation Financing
Disamping landasan prinsip kesetaraan dan kemitraan, ciri lain perbankan syariah yang cukup menonjol adalah melekatnya prinsip saling membantu, baik dalam berinteraksi dengan nasabah maupun lingkungan sekitar. Hal itu antara lain tercermin dari salah satu produknya, yaitu al Qardh (Pinjaman Kebajikan)                                                              
Al Qardh merupakan pinjaman yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang harus dikembalikan pada waktu yang diperjanjikan, namun tanpa disertai  imbalan apapun.
Pinjaman yang diberikan tersebut adalah dalam rangka saling membantu dan bukan merupakan transaksi komersial.

*Rukun Qardh
1. Peminjam (Muqtaridh)
2. Pemilik dana / pemberi pinjaman (Muqridh)
3. Dana yang dipinjamkan (Qardh)
4. Sighot (Ijab-Qabul)

*Syarat Qardh :
1. Pinjam-meminjam dilandasi oleh i’tikad baik dan kerelaan kedua belah pihak yang berakad.
2. Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat.

*Landasan Hukum Syariah
Firman Allah Yang Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. QS. Al Hadiid (57) : 11
Dan Juga Hadis Nabi SAW: “Barangsiapa yang telah melepaskan saudaranya yang muslim satu dari kesusahan dunia, maka Allah akan membantunya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah senantiasa membantu seorang hamba selama hamba tersebut membantu saudaranya”. (HR. Muslim)

*Aplikasi Dalam Perbankan
a. Merupakan produk pelengkap bagi nasabah dengan track record yang baik, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang sangat pendek.
b. Merupakan produk untuk membantu usaha yang sangat kecil atau sektor sosial. Produk untuk sektor ini dikenal dengan istilah Al Qardh Al Hasan.
c. Pengembalian pinjaman dilakukan pada waktu yang diperjanjikan, dengan cara mengangsur atau secara sekaligus.
d. Mengingat sifatnya yang bukan merupakan transaksi komersial dan tanpa kompensasi, maka Qardh menggunakan sumber dana yang berasal :
          -Untuk membantu kebutuhan dana talangan yang bersifat jangka pendek, digunakan modal bank.
          -Untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, digunakan dana yang bersumber dari zakat, infaq dan shadaqoh.


Judul Buku: Perbankan Syari’ah Dan Produk-Produknya format.ppt
http://grupsyariah.blogspot.com


(4). ARIYAH
1. Pengertian
‘Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu dapat dikembalikan.
Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan. Firman Allah swt:


“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(Al-Maidah:2)
Meminjamkan sesuatu berarti menolong yang meminjam. Firman Allah Swt:

“Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”(al-Ma’un: 7).
Dalam surat tersebut telah diterangkan beberapa perkara yang tidak baik, diantaranya hubungan bertetangga yang hendak pinjam-meminjam.
Sabda Rasulullah saw:

“pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar.”(riwayat Abu Daud dan Tirmizi yang dinilai hadis hasan)
2. Hukum
Asal hukum meminjamkan sesuatu itu sunnat, seperti tolong menolong dengan yang lain. Kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjankan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan digunakan untuk sesuatu yang haram, seperti meminjamkan pisau digunakan untuk membunuh. Dari hukum-hukum diatas menggunakan Kaidah:”jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.”
3. Rukun
a. Ada yang meminjamkan. Syaratnya yaitu:
• Ahli (berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya. Anak kecil dan orang yang dipaksa tidak sah meminjamkan.
• Manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang memijamkan, sekalipun dengan jalan wakaf atau menyewa, karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu orang yang meminjam tidak boleh meminjamkan barang pinjamannya, karena manfaat barang yang dipinjam bukan miliknya.
b. Ada yang meminjam
Hendaklah seorang yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil atau orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.
c. Ada barang yang dipinjam. Syaratnya :
• Barang yang benar-benar ada manfaatnya.
• Sewaktu diambil manfaatnya zatnya tetap (tidak rusak). Oleh karena itu makanan tidak sah dipinjamkan.
d. Ada lafadz
Menurut sebagian orang, sah dengan tidak berlafadz.

(5). JI’ALAH
1. Pengertian
Ji’alah artinya janji atau upah. Secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberrikan kepada seseorang, karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara Terminologi fiqh berarti suatu iltizaam (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilakn sesuai yang diharapkan.Misalnya, orang kehilangan kuda, dia berkata “barang siapa yang mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kepadaku, aku akan bayar sekian”.
2. Hukum
Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali berpendapat bahwa ji’alah boleh dilakukan dengan alasan:
 Firman Allah:Ø


Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.(yusuf:72)
 Dalam hadist diriwayatkan bahwa para sahabat pernah menerima hadiahØ atau upah dengan cara ji’alah berupa seekor kambing karena salah seorang diantara mereka berhasil mengobati orang yang dipatok kalajengking dengan cara membaca surat al-fatehah. Ketika mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah, karena takut hadiah itu tidak halal. Rasulullah pun tertawa seraya bersabda: “tahukah anda sekalian, bahwa itu adalah jampi-jampi (yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya sebagian”. (HR. Jamaah, mayoritas ahli hadist kecuali an-Nasai).
 Secara logika ji’alah dapat dibenarkan karena salah satu cara untukØ memenuhi keperluan manusia, sebagaimana halnya ijarah dan mudhaarabah (perjanjian kerjasama dagang).
Mazhab Hanafi tidak membenarkan ji’aalah karena dalam ji’aalah terdapat unsur gharar (penipuan), dan perbuatan yang mengandung gharar dilarang dalam islam.

3. Rukun
 Lafadz. Kalimat itu hendaklah mengandung arti izin kepada yang akan bekerja, juga tidak ditentukan waktunya.§
 Orang yang menjajikan upahnya. Orang yang menjanjikan upah tersebut orang yang kehilangan itu sendiri.§
 Pekerjaan (mencari barang yang hilang).§
 Upah. Disyaratkan memberi upah dengan barang yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA ARTIKEL NOMOR 4  DAN  5
Hasan, M. Ali.2003.Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rasjid,Sulaiman.1986.Fiqih Islam.Bandar Lampung: CVSinarbaru.          .
Sabiq,Sayyid.1998.FikihSunnah.BandungPustaka.
Suhendi,Hendi.2002.Fiqh Muamalah.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6).PERAN FIQIH MU’AMALAH KLASIK DALAM BISNIS KONTEMPORER
 slam sebagai agama yang universal, mengajarkan seluruh aspek kehidupan penganutnya seperti masalah ibadah, akhlaq termasuk juga tata cara dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita sebut dengan muamalat. Akan tetapi sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan ummat Islam, ketentuannya tidak tercantum secara rinci dan jelas dalam al-Qur’an sehingga perlu penjelasan yang lebih rinci dan mendalam melalui ijtihad para ulama.
Melihat fenomena yang seperti ini, pada masa perkembangan peradaban Islam para ilmuwan dan pemikir muslim mulai meneliti dan mencari penjelasan tentang masalah muamalat ini baik melalui penafsiran al-Qur’an, hadits Rasulullah saw maupun pendapat-pendapat para shahabat yang hidup di zaman rasulullah yang lebih mengetahui bagaimana cara Rasul ber-muamalat yang mulai berkembang pada abad perta Hijriyah[1]. Ternyata kerja keras itupun tidak sia-sia, para ulama fiqh itupun kemudian menetapkan beberapa ketentuan dalam fiqh Muamalat yang sering kita sebut dengan Fiqh Muamalah era Klasik.
Seiring dengan perkembangan zaman tentu saja problematika dan fenomena muamalah ini asemakin beragam sehingga membutuhkan pengkajian yang lebih dalam lagi. Untuk menjawab tantangan ini para ulama kontemporerpun tidak mau berpangku tangan melihat fenomena yang semakin beragam, mereka mencaba kembali meneliti dan berusaha menemukan pemecahan masalah dari fenomena muamalah tersebut dengan mengkombinasikan antara cara rasional dan tradisional dengan teknologi yang ada sekarang sehingga Islam tetap menunjukkan jatidirinya sebagai agama yang peka tehadap segala zaman  dan hasilnya mereka memecahkan seluruh permasalahan yang ada yang kemudian dikenal dengan konsep fiqh muamalah kontemporer.
Lalu bagaimana sebenarnya konsep fiqh muamalah kontemporer tersebut? Bagaimana pula perbandingannya dengan fiqh muamalah klasik dan apakah fiqh muamalah klasik itu masih relevan dengan perkembangan bisnis kontemporer yang ada saat ini? Melalui makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan seluruh permasalahan yang telah dikemukakan di atas, semoga dengan tulisan ini pembaca akan sedikit terbantu dalam memahami fiqh muamalah kontemporer dan peran fiqh muamalah klasik itu sensiri dalam bisnis kontemporer yang semakin berkembang saat ini.
B.     KONSEP FIQH MUAMALAT KLASIK
1.      Pengertian dan Ruang Lingkup Muamalat Klasik[2]
Secara sederhana, muamalat dapat diartikan sebagai pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain di sekitarnya. Sedangkan hokum muamalat dapat diartikan sebagai patokan atau aturan hokum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban  dalam hidup bermasyarakat.
Adapun ruang lingup pembahasan fiqh muamakat klasik ini para fuqaha membatasi pembicaraan hokum muamalat dalam urusan-urusan perdata yang menyangkut hubungan kebendaan seperti pengertian benda dan macam-macamnya, hubungan manusia dengan benda yang menyangkut hak milik, pencabutan hak milik perikatan tertentu seperti jual-beli, utang piutang, sewa-menyewa dan sebagainya.
2.      Sumber hokum Muamalat dan Kedudukannya dalam Islam[3]
Muamalat sebagai suatu aturan yang menyangkut hubungan manusia dalam kehidupannya merupakan suatu bidang yang sangat penting dalam agama Islam, bahkan Nabi sendiri pernah berkata bahwa agama adalah muamalat. Akan tetapi walaupun muamalat mengatur hal-hal yang bersifat duniawi nilai-nilai agama tetap tidak bisa dipisahkan darinya, karena pergaulan hidup duniawi manusia itu akan tetap mendapat akibat-akibat di akhirat kelak.
Adapun sumber-sumber hokum muamalat adalah:[4]
a.       Al-qur’an yang memberikan ketentuan-ketentuan umum muamalat
b.      Sunnah rasul yang memberikan keterangan yang lebih rinci yang juga berfungsi memberikan penafsiran sumber hokum muamalat yang terdapat dalam al-Qur’an
c.       Ijtihad juga sangat diperlukan untuk lebih memperjelas ketentuan kedua sumber hukum di atas.
3.      Prinsip-Prinsip hokum Muamalat Klasik[5]
a.       Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah kecualai yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan hadits Rasul
b.      Muamalat dilakukan atas dasar suka-rela tanpa mengandung unsur paksaan
c.       Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghilangkan mudharat dala hidup masyarakat
d.      Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindarkan unsur-unsur penganiayaan dan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan
4.      Objek Kajian Fiqh Muamalat Klasik[6]
Sebagaimana disebutkan di atas, objek kajian muamalat klasik hanya terbatas pada urusan-urusan yang menyangkut hubungan perdata kebendaan, yaitu:
a.       Hak dan Pendukungnya
b.      Benda dan Milik Atas Benda
c.       Perikatan Hukum (Akad)

C.    KONSEP FIQH MUAMALAH KONTEMPORER
1.              Pengertian Muamalat Kontemporer
Kata Muamalat berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi sama dan semakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat).[7] Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Sedangkan Fiqh Muamalat secara terminology didefinisikan sebagai hokum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hokum manusia dalam persoalan keduniaan. [8]
Fiqih Muamalat adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci.
Jenis-jenis muamalat terbagi menjadi dua, yaitu:[9]
a.              Jenis Muamalat yang hukumnya ditunjuk langsung oleh Nash dengan memberikan batasan tertentu. Diantara persoalan tersebut adalah persoalan warisan dan keharaman riba. Hokum-hukum seperti ini bersifat permanen dan tidak dapat diubah dan tidak menerima perubahan
b.             Jenis muamalat yang tidak ditunjuk langsung oleh Nash, tetapi diserahkan kepada hasil ijtihad para ulama, sesuai dengan kreasi para ahli dalam rangka memenuhi kebutuhan umat manusia sepanjang tempat dan zaman, serta sesuai pula dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh adalah Ba’I al-Mu’athah (jual beli dengan saling menyerahkan uang dan mengambil barang tanpa dibarengi dengan ijab dan qabul)
Secara bahasa kontemporer berarti pada waktu yang sama/semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Sedangkan Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan ke harta bendaan dalam bentuk transaksi-transaksi yang modern. [10]
Hukum Bisnis Syari’ah haruslah memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:[11]
a.              Hukum asal Muamalah adalah boleh
b.              Tujuannya untuk kemaslahatan manusia
c.              Hukum Muamalah terdiri dari hokum yang tetap (tsabat) dan berubah (murunah)
d.             Objeknya haruslah halal dan tayyib
e.              Terhindar dari Gharar
Bisnis Syari’ah memiliki kandungan nilai tauhid yang berisi:
a.              Misi khalifah / istikhlaf
b.              Misi ibadah
c.              Keseimbangan dunia akhirat
Selain itu dalam berbisnis, syari’ah juga menghendaki agar para pelaku bisnis senantiasa berakhlak yang baik dalam setiap tingkah laku dan ucapan. Akhlak baik yang dimaksud yaitu: Kejujuran, Keterbukaan, Kasih sayang, Kesetiakawanan, Persamaan, Tanggung jawab, Profesional, dan Suka sama suka.

2. RUANG LINGKUP MUAMALAT KONTEMPORER[12]

a. Persoalan transaksi bisnis kontemporer yang belum dikenal zaman klasik. Lingkup ini membahas setiap transaksi yang baru bermunculan pada saat ini. Seperti uang kertas, saham, Obilgasi, reksadana, MLM, Asuransi. Salah satu contoh lingkup ini adalah asuransi, asuransi merupakan pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya). Pada zaman klasik transaksi akad asuransi ini belum ada, walaupun akad ini dikiaskan dengan kisah ikhtiar mengikat unta sebelum pergi meninggalkannya. Akad ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan dalam Syariat Islam selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
b. Transaksi bisnis yang berubah karena adanya perkembangan atau perubahan kondisi, situasi, dan tradisi/kebiasaan. Perkembangan tekhnologi yang semakin cepat dan canggih menghadirkan berbagai fasilitas dengan berbagai kemudahannya begitu pula dalam hal bisnis. Contohnya penerimaan barang dalam akad jual beli (possesion/qabd), transaksi e-bussiness, transaksi sms
c. Transaksi Bisnis Kontemporer yang menggunakan nama baru meskipun subtansinya seperti yang ada zaman klasik, misalnya bunga bank yang sejatinya adalah sama dengan riba, Jual beli Valuta Asing. Walaupun Riba telah berganti nama yang lebih indah dengan sebutan Bunga, namun pada hakikatnya substansinya tetaplah sama dimana ada pihak yang mendzalimi dan terdzalimi, sehingga hokum bunga sama dengan riba yang telah jelas keharamannya dalam al-Qur’an.
d. Transaksi bisnis modern yang menggunakan beberapa akad secara berbilang, seperti IMBT, Murabahah Lil Amiri Bi Syira. Dalam lingkup ini membahas bahwa pada masa Kontemporer ini ada beberapa akad yang dimodifikasikan dalam suatu transaksi bisnis. Hal ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
Berikut ini adalah beberapa modifikasi akad Klasik yang terjadi pada Masa Kontemporer:[13]
a. Hak intifa’ (memanfaatkan), contohnya Wadhi’ah yad Dhamanah
b.   Uang Administrasi, contohnya Qardhul Hasan
c.   Ujrah (fee), contohnya L/C, transfer
d.   Kredit, contohnya Murabahah
e.    Muazzi (Paralel) + Kredit (Muajjal / Taqsith), contohnya Salam
f.     Jaminan (Rahn + Kafalah), contohnya Mudharabah
g.     Perubahan sifat akad, contohnya Wadi’ah (awalnya bersifat tidak mengikat menjadi mengikat)
h.    Janji (wa’ad), contohnya Ijarah Mutahiya bi Tamlik
i.     Wakalah

3.        KAIDAH-KAIDAH FIQIH MUAMALAT KONTEMPORER

Kaidah umum dalam muamalat yang berbunyi: [14]
a.      Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah illa an yadulla ad-dalilu ′ala tahrimiha. Yaitu pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama muamalah, seperti, prinsip bebas riba, bebas gharar (ketidakjelasan atau ketidak-pastian) dan tadlis, tidak maysir (spekulatif), bebas produk haram dan praktik akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah menjadi aksioma dalam fiqh muamalah. Pada dasarnya, kita masih dapat menerapkan kaidah-kaidah muamalat klasik namun tidak semuanya dapat diterapkan pada bentuk transaksi yang ada pada saat ini. Dengan alasan karena telah berubahnya sosio-ekonomi masyarakat. Sebagaimana kaidah yang telah diketahui:
b.      Al-muhafazah bil qadim ash-sholih wal akhz bil jadid aslah
Yaitu memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktik yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya.
Dengan kaidah di atas, kita dapat meyimpulkan bahwa transaksi ekonomi pada masa klasik masih dapat dilaksanakan selama relevan dengan kondisi, tempat dan waktu serta tidak bertentangan dengan apa yang diharamkan.
Dalam kaitan dengan perubahan social dan pengaruh dalam persoalan muamalah ini, nampak tepat analisis yang dikemukakan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ketika beliau merumuskan sebuah kaidah yang amat relevan untuk diterapkan di zaman modern dalam mengatisipasi sebagai jenis muamalah yang berkembang.[15] Kaidah yang dimaksud adalah:
c.       Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi social, niat dan adat kebiasaan
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai terjadinya perubahan, yaitu faktor tempat, faktor zaman, faktor kondisi social, faktor niat, dan faktor adat kebiasaan.[16] Faktor-faktor ini amat berpengaruh dalam menetapkan hokum bagi para mujtahid dalam menetapkan suatu hokum bidang muamalah. Dalam menghadapi perubahan social yang disebabkan kelima faktor ini, yang akan dijadikan acuan dalam menetapkan hukum suatu persolan muamalah adalah tercapainya maqashid asy-syari’ah. Atas dasar itu, maqashid asy-syari’ah lah yang menjadi ukuran keabsahan suatu akad atau transaksi muamalah.

4.      OBJEK KAJIAN FIQH MUAMALAT KONTEMPORER
Fiqih Muamalat sendiri yang merupakan cabang dari Amaliyah (bagian dari Syari’ah) memiliki dua bagian yakni Muamalat Maaliyah dan Muamalat Ghairu Maaliyah. Pembahasan kali ini akan terfokus pada Muamalat Maaliyah. Dengan cakupan:[17]
a.       Buyu’ (Jual Beli) yaitu saling menukar harta dengan harta dalam pemindahan milik dan kepemilikan.
b.      Ijarah (Sewa Menyewa) yaitu salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.
c.       Syirkah yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
d.      Qiradh (Mudharabah) yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
e.       Rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagi jaminan atas pinjaman yang diterimannya.
f.       Kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
g.      Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).
h. Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
h.      Ariyah (Pinjam Meminjam), menurut ulama Malikiyah dan Imam as-Syarakhsi (tokoh fiqih Hanafi) Ariyah adalah pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut imam Syari’iyah dan Hanabilah Ariyah berarti kebolehan memanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi.
i.        Muzara’ah adalah penyerahan tanah pertani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua (petani dan pemilik tanah), dengan bibit yang akan ditanam disediakan oleh pemilik tanah.
j.        Muhkabarah adalah penyerahan tanah pertani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua (petani dan pemilik tanah), dengan bibit yang akan ditanam berasal dari penggarap.
k.      Musaqat adalah akad pemberian pohon kepada petani/penggarap agar dikelola/diurus dan hasilnya dibagi diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.[18]

D.    PERBANDINGAN KONSEP FIQH MUAMALAH KLASIK DAN KONTEMPORER
Berdasarkan pemaparan dan keterangan tentang fiqh muamalah klasik dan kontemporer pada pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai konsep kedua fiqh ini, yaitu:
1.      Jika dilihat dari segi pengertiannya kedua kon fiqh muamalah ini tidak jauh berbeda yaitu sama membahas tentang bagaimana seseorang harus berprilaku dalam kehidupannya sehari-hari baik yang bersifat maaliyah maupun ghairu maaliyah, hanya saja dalam konsep fiqh muamalah kontemporer lebih disesuaikan dengan konteks kekinian dengan ditambah dengan kata-kata kontemporer
2.      Secara prinsip kedua konsep ini masih memakai prinsip yang sama hanya saja pada fiqh muamalah kontemporer pemahamannya lebih diperluas dengan menyesuaikan berdasarkan konteks bisnis kontemporer juga.
3.      Keduanya masih menggunakan sumber hukum yang sama yaitu berpedoman pada al-Qur’an dan perincian dari hadits Rasulullah serta pengembangan hukum secara kontekstual melalui ijtihad para ulama melalui berbagai metode, dan pada konsep fiqh muamalah kontemporer metode ini dipadukan dengan berbagai macam kecanggihan teknologi yang ada sehingga mampu menyesuaikan dengan perkembangan bisnis kontemporer yang semakin menjamur serta tidak melenceng dari konsep syari’ah yang telah ditentukan dalam al-qur’an, hadits maupun ijtihad tersebut
4.      Dari segi objek kajian keduanya juga tidak ada perbedaan yaitu sama-sama membahas hubungan manusia yang bersifat maaliyah dan ghairu maaliyah akan tetapi pada pembahasan maaliyahnya terutama dari segi akad atau transaksi bisnis pada fiqh muamalah kontemporer lebih banyak pengembangan penciptaan produk-produk  akad baru seperti membahas tentang asuransi, bisnis Multi Level Marketing, transaksi saham, obligasi syari’ah dan berbagai produk-produk perbankan syari’ah.
5.      Konsep yang ditawarkan oleh fiqh muamalah kontemporer lebih fleksibel dan kontekstual dibandingkan dengan fiqh muamalah klasik yang masih stagnan dan bersifat tekstual jika dilihat dari perkembangan bisnis sekarang ini, akan tetapi tetap memperhatikan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah.

E.     PERAN FIQH MUAMALAH KLASIK DALAM BISNIS KONTEMPORER

Seiring dengan bermunculannya konsep-konsep bisnis baru yang menawarkan berbagai konsep transaksi bisnis, tentu sebagai salah satu sumber hukum agama mayoritas di Indonesia seharusnya fiqh muamalah juga harus lebih cekatan dalam menyiasati dan memecahkan masalah hukum dari transaksi bisnis tersebut, kalau memang hal itu haram menurut agama maka tugas para fuqaha baru adalah memunculkan konsep produk transaksi baru yang mirip dengan transaksi tersebut tapi tetap sesuai dengan konsep syari’ah. Lalu bagaimana dengan konsep fiqh muamalah klasik? Apakah masih relevan lagi dengan bisnis kontemporer?
Jika dilihat perkembangan bisnis sekarang, memang dapat disimpulkan bahwa konsep fiqh muamalah klasik tersebut tidak relevan lagi dengan perkembangan bisnis sekarang oleh karena itu kehadiran konsep fiqh muamalah kontemporer yang menawarkan konsep transaksi bisnis kontemporer sangat membantu dalam memecahkan masalah ini, sehingga kita sebagai ummat islam dapat dengan nyaman menjalankan bisnis tersebut tanpa khawatir akan melanggar ketentuan yang ditetapkan hukum Islam.
Akan tetapi perlu diingat juga bahwa sebagian besar konsep fiqh muamalah kontemporer itu masih banyak mengasopsi konsep fiqh muamalah klasik karena para ulama kontemporer tetap memakai prinsip-prinsip hukum muamalah klasik dalam menetapkan hukum transaksi muamalah kontemporer karena memang prinsip itu tidak dapat dihilangkan, hanya saja melalui proses ijtihad yang disesuaikan dengan konteks sekarang.
Jadi walaupun fiqh muamalah klasik itu sudah dianggap tidak relevan lagi dengan konteks bisnis kontemporer sekarang tidak dapat dipungkiri juga kalau fiqh muamalah klasik mempunyai peran yang sangat penting dalam pembuatan konsep fiqh muamalah kontemporer karena fiqh muamalah klasik itulah yang menjadi konsep utamanya walaupun sudah dimodifikasi sedemikian rupa.

  
(7)TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM SYARIAH ISLAM DAN KONSEP DASAR LARANGAN dan ANALISA TERHADAP BEBERAPA TRANSAKSI YANG DIHARAMKAN
Dikutip dari buku Bank Islam;Analisa Fiqh dan Keuangan edisi 2, Ir. Adiwarman A. Karim,SE,MBA,MAEP, Mengenai Fiqih Muamalat dari Fiqih Muamalat untuk Perguruan Tinggi dan Umum, Prof Dr. H. Rahmat Syafei, MA., Fatwa Kontemporer oleh Dr Ash-Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani.
Tadlis
Definisi :
Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak unknown to oneparty.
Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu yang unknown to one party (keadaan di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini merupakan asymmetric information).
Unknown to one party dalam bahasa fikihnya disebut tadlis (penipuan), dan dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam:

  1. Kuantitas;
  2. Kualitas;
  3. Harga; dan
  4. Waktu Penyerahan
Taghrir
Definisi :
Transaksi pertukaran yang mengandung ketidakpastian bagi kedua pihak (uncertainty to both parties).
Uncertainty to both parties dalam bahasa fikihnya disebut taghrir (ketidakpastian), dan dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam:
  1. Kuantitas;
  2. Kualitas;
  3. Harga; dan
  4. Waktu Penyerahan
di akses 11 juni 2012

(8) SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA KLASIK
A.    Definisi Ekonomi Klasik
Ahli-ahli ekonomi klasik menekankan ekonomi sebagai suatu ilmu kekayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan bagaimana cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan kekayaan tersebut

Pemikiran kaum klasik telah membawa perubahan besar dalam bidang ekonomi. Salah satu hasil pemikiran kaum klasik telah mempelopori pemikiran sistem perekonomian liberal. Dalam pemikiran kaum klasik bahwa perekonomian secara makro akan tumbuh dan berkembang apabila perekonomian diserahkan kepada pasar. Peran pemerintah terbatas kepada masalah penegakan hukum, menjaga keamanan dan pembangunan infrastruktur.

Filsafat kaum klasik mengenai masyarakat, prinsipil tidak berbeda dengan filsafat mazhab pisiokrat, kaum klasik mendasarkan diri pada tindakan-tindakan rasional, dan bertolak dari suatu metode alamiah. Kaum klasik juga memandang ilmu ekonomi dalam arti luas, dengan perkataan lain secara normatif.

Politik ekonomi kaum klasik merupakan politik ekonomi laissez faire. Politik ini menunjukkan diri dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mazhab klasik, dan dengan keseimbangan yang bersifat otomatis, di mana masyarakat senantiasa secara otomatis akan mencapai keseimbangan pada tingkat full employment.

Asas pengaturan kehidupam perekonomian didasarkan pada mekanisme pasar. Teori harga merupakan bagian sentral dari mazhab klasik, dan mengajarkan bahwa proses produksi dan pembagian pendapatan ditentukan oleh mekanisme pasar. Dan dengan melalui mekanisme permintaan dan penawaran itu akan menuju kepada suatu keseimbangan (equilibrium). Jadi dalam susunan kehidupan ekonomi yang didasarkan atas milik perseorangan, inisiatif dan perusahaan orang-perorangan.

Ruang lingkup pemikiran ekonomi klasik meliputi kemerdekaan alamiah, pemikiran pesimistik dan individu serta negara. Landasan kepentingan pribadi dan kemerdekaan alamiah, mengritik pemikiran ekonomi sebelumnya, dan kebebasan individulah yang menjadi inti pengembangan kekayaan bangsa, dengan demikian politik ekonomi klasik pada prinsip laissez faire.

Beberapa tokoh ekonomi klasik seperti Adam Smith (1723-1790), Thomas Robert Malthus (1766-1834), Jean Baptiste Say (1767-1832), David Ricardo (1772-1823), Johan Heinrich von Thunen (1780-1850), Nassau William Senior (1790-1864), Friedrich von Herman, John Stuart Mill (1806-1873) dan John Elliot Cairnes (1824-1875) memperoleh kehormatan dari Karl Marx (1818-1883) atas keklasikan dalam mengetengahkan persoalan ekonomi yang dinilai tidak kunjung lapuk. Berbeda dengan kaum Merkantilis dan Physiokrat, kaum klasik memusatkan analisis ekonominya pada teori harga. Kaum klasik mencoba menyelesaikan persoalan ekonomi dengan jalan penelitian faktor permintaan dan penawaran yang menentukan harga.
John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa pandangan klasik yang memusatkan perhatian analisa ekonominya pada teori harga, maka perlu dipahami arah penggunaan alat produksi dengan sempurna. Dalam hubungan ini maka pengertian klasik diperluas kepada para ahli ekonomi yang tidak menganggap tidak mungkin adanya suatu pengangguran yang tidak dikehendaki (involuntary unemployment).
Salah satu hasil pemikiran kaum klasik yang sangat mempengaruhi dunia dalam era globalisasi adalah pemikiran mengenai perdagangan internasional. Pemikiran kaum klasik menentang pemikiran kaum merkantilis yang hanya mementingkan masuknya logam mulia dan berorientasi ekspor dengan meminimumkan impor barang dari luar negeri.  Kaum merkantilis meletakan tekanan pada perdagangan luar negeri. Kaum physiokrat memandang pertanian sebagai sumber segala kemakmuran. Adam Smith (1723-1790) sebagai tokoh aliran klasik menyatakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudulInquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yaitu: Pekerjaan yang dilakukan suatu bangsa adalah modal yang membiayai keperluan hidup rakyat itu pada asal mulanya, dan dengan hasil-hasil pekerjaan tersebut dapat dibeli keperluan-keperluan hidupnya dari luar negeri. Kapasitas produktif daripada kerja selalu bertambah dikarenakan adanya pembagian kerja yang makin mendasar dan rapi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi semakin terdorong oleh karena buah pemikiran kaum klasik. Perdagangan bebas yang telah diperjuangakan oleh para tokoh klasik mencoba mendobrak tembok proteksionisme ala merkantilisme. Globalisasi membuat batas negara menjadi semakin semu dan pasar menjadi semakin luas. Negara yang memiliki keunggulan kompetitif semakin dapat memperkaya negaranya. Di lain pihak negara yang tidak siap dalam menghadapi persaingan di pasar global akan semakin terpuruk. Terlepas dari sisi positif dan negatif dari globalisasi, di sini mau tidak mau setiap negara harus mempersiapkan diri untuk memiliki keunggulan bersaing.
Tokoh – Tokoh ekonomi klasik dan pemikirannya
  1. David Hume (1711-1776)
David Hume adalah filsuf yang terkenal di seluruh dunia, yang berpendapat bahwa pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui pengalaman. Tetapi juga memberikan beberapa sumbangan pemikiran ekonomi ketika disiplin ilmu ini beru saja berkembang. Sumabangan-sumbangannya ini menyangkut dampak uang terhadap ekonomi dan terhadap perdagangan antar negara.
Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, pada tahun 1711. Ayahnya adalah tokoh negeri itu yang meninggal dunia saat Hume masih anak-anak, sehingga Hume dibesarkan oleh ibunya. Tetapi ayahnya mewariskan banyak uang kepada keluarganya. Karena itu Hume dapat memperoleh pendidikan yang sangat baik, terutama melalui pengajar pribadi di rumahnya. Kemudian ia mendaftar di Universitas Edinburgh untuk belajar sastra klasik. Tetapi Hume tidak puas dengan pendidikan yang diterimanya dan ia memutuskan untuk keluar dari Universitas dan pergi ke Perancis dan menjadi filsuf besar. Hasil karya filsafat yang berlimpah darinya adalah History of England yang terdiri dari enam volume (1757 – 1762).
Sebagai seorang ahli ekonomi Hume menyumbang teori uang dan teori perdagangan nasional. Ia menganalisa dampak uang terhadap tingkat suku bunga, kegiatan ekonomi dan harga. Ia juga menjelaskan bagaimana dan mengapa negara-negara tidak mungkin mengalami ketidakseimbangan perdagangan dalam jangka waktu yang lama. Terakhir, Hume, mengemukakan pertanyaan penting: “Apa yang terjadi ketika negara-negara kaya berdagang dengan negara-negara miskin?” Jawabannya adalah bahwa perdagangan internasional akan menguntungkan kedua negara tersebut. Bagi Hume, seorang pedagang layak dihargai karena ia cermat. Pengusaha cenderung menyimpan pendapatan mereka dan mengumpulkan modal. Semakin banyak modal atau kapital akan menurunkan tingkat suku bunga dan mendorong pengusaha lain untuk meminjam dan kemudian mengembangkan kegiatan mereka, sehingga meningkatkan persaingan dan menurunkan tingkat keuntungan. Berlawanan dengan pedagang, tuan tanah yang kaya biasanya meminjam uang untuk mengkonsumsi lebih banyak barang. Karena itu mereka mengurangi persediaan modal produktif dan menaikkan tingkat suku bunga pinjaman.
Analisa ini tidak hanya menjelaskan fungsi dari pedagang atau pengusaha; analisa ini juga menghasilkan teori bunga, yang kini dinamakan “Teori dana yang dapat di pinjamkan” (Loanable Funds Theory). Menurut Hume, tingkat bunga ditentukan oleh suplai tabungan dan permintaan tabungan. Hume juga menganalisa efek ekonomis dari perubahan di dalam persediaan uang. Efek uang jangka pendek adalah konsekuensi dari fakta bahwa harga tidak akan langsung berubah. Kemudian Hume menganalisa dampak dari uang tambahan terhadap perdagangan internasional. Hume menggunakan analisa ini untuk mengembangkan mekanisme aliran uang yang menjelaskan bagaimana kekuatan ekonomi secara otomatis menuju ke posisi keseimbangan perdagangan untuk semua negara. Terakhir, Hume kemudian meneliti permasalahan tentang apa yang terjadi ketika negara-negara miskin dan kaya saling berdagang. Bagi Hume (1955: 60-77), perdagangan membantu negara miskin tetapi tidak membahayakan negara yang lebih kaya. Perdagangan membantu negara-negara miskin mampu tumbuh dan berkembang; standar hidup mereka akan sama dengan tetangganya yang lebih kaya dan sama dengan mitra dagang mereka.
Berawal dari persoalan yang diangkat oleh merkantilis dan isu-isu ekonomi waktu itu, Hume mulai mengembangkan analisis ekonomi dengan menunjukkan dampak dari uang dan perdagangan terhadap satu sama lain dan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi tempatnya di dalam sejarah ilmu ekonomi disebabkan lebih dari sekedar usaha yang dilakukannya dalam analisis ekonomi. Hume adalah tokoh transisional penting antara merkantilis dan ekonom Inggris klasik yang akan mengikuti jejak-jejak Hume. Sehingga memang dari pemikiran Hume-lah awal mulanya konsep perdagangan internasional di kembangkan, yang menjadikan dia sebagai ekonom yang disegani oleh ahli-ahli ekonomi seluruh dunia. Sehingga, hasil pemikirannya itu sampai sekarang banyak di ikuti oleh seluruh negara di dunia.

Karya-karya Hume
  1. History of England (1757-62), London: T. Cadell dan W. Davies, 1802.
  2. Essay. Moral, Political, and Literary, ed., T.H. Green dan T.H. Grose, 2 Vol., London: Longmans, Green, 1875.
  3. Writing on Economics, ed., E. Rotwein, Madison, WI: University of Wisconsin Press, 1955.
Karya-karya Tentang Hume
  1. Cavendish, A.P., David Hume, New York: Dover, 1958 dan Westport, CT: Greenwood P6ress, 1979.
  2. Elmslie, Bruce, “The Convergence Debate Between David Hume and Josiah Tucker” Journal of Economic Perspectives, 9 (Fall, 1995): 207-16.
  3. Johnson, E.A.J., “Hume, the Synthetist,” dalam Predecessors of Adam Smith: The
  4. Growth of British Economic Thought, New York: Augustus Kelley, 1965, hlm. 161-81.
  mutawali 05:32

(9) MAULID DAN MANAJEMEN BISNIS Rosululloh
Kelahiran Nabi Muhammad merupakan peristiwa yang tiada bandingnya ‎dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya telah membuka zaman baru dalam ‎pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta (rahmatul-lil’alamin 21:107) ‎Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan ‎kemaslahatan  bagi seluruh umat manusia. Michael Hart dalam bukunya, ‎menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftar seratus orang yang ‎memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah. Kata Hart, “Muhammad Saw ‎terpilih untuk menempati posisi pertama dalam urutan seratus tokoh dunia yang paling ‎berpengaruh, karena beliau merupakan satu-satunya manusia yang memiliki ‎kesuksesan yang paling hebat di dalam kedua bidang-bidang sekaligus : agama dan ‎bidang duniawi”.‎

Kesuksesan Nabi Muhammad Saw telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik ‎sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi ‎Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Namun, sisi ‎kehidupan Nabi Muhammad  sebagai pedagang dan pengusaha kurang mendapat ‎perhatian dari kalangan ulama pada momentum peringatan maulid Nabi. Karena itu, ‎dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw ini, kita ‎perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen bisnis ‎yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.‎
Aktivitas Bisnis Muhammad
Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh ‎Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan ‎sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi ‎manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang ‎investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya sebagai manajer ke pusat ‎perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah ‎mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun jenis bisnis ‎yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi ‎perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur ‎Semenanjung Arab.‎
Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa   di sekitar masa mudanya, Nabi ‎Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau  Ash-Shiddiq dan bahkan pernah ‎mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak, 12 tahun. ‎
Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang ‎wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, ‎Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian ‎mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh ‎pengamatan selama ini.‎
Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta  Khadijah, ia ‎kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam ‎Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan dagang untuk ‎Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. ‎Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ‎ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping ‎perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama ‎pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.‎
Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan ‎seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi ‎setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, ‎kedua, ke Najd, dan ketiga  ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-‎perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-‎musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi ‎sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan ‎bisnisnya Nabi Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu ‎dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi.‎
Implementasi manajemen bisnis
Jauh sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat ‎prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah ‎mengimplementasikan  nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. ‎Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan ‎seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran ‎beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader,  ‎mengungkapkan: ‎
‎“Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers ‎to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality ‎mutually agreed between the parties. He always showed a gread sense of ‎responsibility and integrity in dealing with other people”. Bahkan dia mengatakan: ‎‎“His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was ‎still in his early youth”.‎
Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi ‎Muhammad adalah seorang  pedagang yang jujur dan adil  dalam membuat perjanjian ‎bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplen. Dia sering menjaga  ‎janjinya dan menyerahkan barang-barang yang di pesan dengan tepat waktu. Dia ‎senantiasa menunjukkan  rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi ‎dengan siapapun. Reputasinya  sebagai seorang pedagang yang jujur dan benar telah ‎dikenal luas sejak beliau berusia muda.‎
Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi ‎keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang ‎diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau ‎awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan kepuasan ‎konsumen (costumer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), ‎kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya ‎telah menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih ‎muda.‎
Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip ‎kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan ‎mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada ‎para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law enforcement benar-benar ‎ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas ‎‎“Facta Sur Servanda”  yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan ‎perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan ‎transaksi, yang dibangun atas dasar saling setuju “Sesungguhnya transaksi jual-beli ‎itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….”  Terhadap tindakan penimbunan ‎barang, beliau dengan tegas menyatakan: “Tidaklah orang yang menimbun barang ‎‎(ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan (dosa)!!!”‎
Sebagai debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi ‎‎(default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ‎ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap ‎pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai ‎penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih ‎muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus ‎yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling ‎utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” ‎‎(HR.Muslim).‎
Sebagaimana disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya ‎dengan sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini ‎diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya  sebagai pedagang. Tidak heran jika ‎Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan ‎menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa perjalanan dagang ke ‎berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang ‎dengan kontrak biaya (upah), modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil.‎
Dalam dunia manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk ‎merumuskan makna efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan sesuatu ‎secara benar (do thing right), sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu yang ‎benar (do the right thing).‎
Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk ‎menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui penerapan konsep ‎dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas ditekankan pada tingkat ‎pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan ‎strategi yang tepat. ‎
Prinsip efisiensi dan efektivitas ini digunakan untuk mengukur tingkat ‎keberhasilan suatu bisnis. Prinsip ini mendorong para akademisi dan praktisi untuk ‎mencari berbagai cara, teknik dan metoda yang dapat mewujudkan tingkat efisiensi ‎dan efektivitas yang setinggi-tingginya. Semakin efisien dan efektif suatu perusahaan, ‎maka semakin kompetitif perusahaan tersebut. Dengan kata lain, agar sukses dalam ‎menjalankan binis maka sifat shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untk ‎menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas. ‎
Demikian sekelumit sisi kehidupan Nabi Muhammad dalam dunia bisnis yang  sarat ‎dengan nilia-nilai manajemen, Semoga para pebisnis modern, dapat meneladaninya ‎sehingga mereka bisa sukses dengan pancaran akhlak terpuji dalam bisnis .

(Penulis ‎adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Pascasarjana ‎Ekonomi dan Keuangan Syariah UI dan Pascasarjana Islamic Economics and ‎Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam ‎Universitas PARAMADINA dan Universitas Islam Negeri Jakarta). ‎Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas  melarang aktivitas  penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”
(10)PASAR MODAL SYARIAH
            Untuk mengimplementasikan seruan investasi  tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi.Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Institusi pasar modal syariah merupakan salah satu pengejawantahan  dari seruan Allah tentang investasi  tersebut
Pasar modal merupakan salah satu pilar  penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Menurut Irfan Syawqy, secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia, Red) dunia ekonomi modern.
Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini
Menurut metwally (1995, 177) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :

1)         Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan
             memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2)         Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan
            likuiditas
3)         Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan
             mengembangkan lini produksinya
4)         Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga
            saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
5)         Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis
sebagaimana tercermin pada harga saham.

Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah (Metwally, 1995, 178-179) adalah sebagai berikut :
1)         Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2)         Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang
3)         Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
4)         Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap  perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali
5)         Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
6)         Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST

 7. Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8)         Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST
9)         Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST

Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :

1.  No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa                                                 
     Dana Syariah
3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan      Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
           
Bapepam juga telah memberikan perhatian besar kepada pasar modal syariah. Hal itu terlihat pada pengembangan pasar modal syariah untuk kerja lima tahun ke depan. Rencana tersebut dituangkan dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Berkembangnya produk pasar modal berbasis syariah juga merupakan potensi dan sekaligus tantangan pengembangan pasar modal di Indonesia. Menurut Bapepam,  ada dua strategi utama yang dicanangkan Bapepam untuk mecapai pengembangan pasar modal syariah dan produk pasar modal syariah. Pertama, mengembangkan kerangka hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar modal berbasis syariah. Yang kedua, mendorong pengembangan produk pasar modal berbasis syariah. Selanjutnya, dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh implementasi strategi :
* mengatur penerapan prinsip syariah
* menyusun standar akuntansi
* mengembangkan profesi pelaku pasar
* sosialisasi prinsip syariah
* mengembangkan produk
* menciptakan produk baru
* meningkatkan kerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI



SPEKULASI
            Sebagai institusi keuangan modern, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kesalahan. Salah satunya adalah tindakan spekulasi. Para ”investor”   selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Tetapi, aktivitas ini tidak selamanya menguntungkan, terutama ketika menimbulkan depresi yang luar biasa.

Dalam pasar modal ini, dibedakan antara spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derjat ketidak pastian yang dihadapinya.

Untuk itu perlu dilihat dahulu karakter dari masing-masing  investasi dan spekulasi, Pertama, Investor di pasar modal adalah mereka yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan Tbk yang diyakininya baik dan menguntungkan, bukan untuk tujuan mencari capital gain melalui short selling. Mereka mendasari keputusan investasinya pada informasi yang terpercaya tentang faktor-faktor fundamental ekonomi dan perusahaan itu sendiri melalui kajian yang seksama. Sementara spekulan bertujuan untuk mendapatkan gain yang biasanya dilakukan dengan upaya goreng menggoreng saham.

Kedua, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada 'spirit' yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali secara (short term). Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat long term.

Ketiga, Spekulasi  adalah kegiatan game of chance sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan spekulatif apabila ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidak pastian tersebut untuk keuntungan jangka pendek. Dengan karakteristik tersebut, maka investor yang terjun di pasar perdana dengan motivasi mendapatkan capital gain semata-mata ketika saham dilepas di pasar sekunder, bisa masuk ke dalam golongan spekulan (Sapta, 2002)


Keempat, spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberikan kontribusi apapun, baik yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil keuntungan di atas biaya masyarakat, yang bagaimanapun juga sangat sulit untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral.

Kelimat,  spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang luar biasa bagi perekonomian dunia di tahun 1930-an. Begitu pula dengan devaluasi poundsterling tahun 1967, maupun krisis mata uang franc di tahun 1969. Ini hanyalah sebagian contoh saja. Bahkan hingga saat ini, otoritas moneter maupun para ahli keuangan selalu disibukkan untuk mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi tindakan dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh para spekulan.

Keenam, spekulasi adalah outcome dari sikap mental 'ingin cepat kaya'. Jika seseorang telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan etika.

Karena itu, ajaran Islam secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, sebab  secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah.


Masalahnya, adalah bagaimana pasar modal syariah bisa mengeliminasi praktek spekulasi ? spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada dihadapannya, melainkan tujuan/niat  dan cara orang mempergunakan ketidak pastian tersebut. Manakala Ia meninggalkan sense of responsibility dan rule of law nya untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam . Al gharar dan maysir sendiri adalah konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya (hazard).
            Di pasar modal, larangan syariah di atas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini, saham tidak bisa diperjualkan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencar untung dari pergerakan harga saham semata.
Masalahnya, berapa lama minimum holding period yang masuk akal ? pembatasan itu memang meredam spekulasi, akan tetapi juga membuat investasi di pasar modal menjadi tidak likuid. Padahal bukan tidak mungkin seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak sehingga harus mencairkan saham yang dipeganya, sedangkan ia terhalang karena belum lewat masa minimum holding periodnya. Metwally, seorang pakar ekonomi Islam dan modelling economics mengusulkan minum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut Akram Khan melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan fisik saham yang diperjual belikan.
            Mengenai kekhawatiran bahwa penjualan saham di tengah masa usaha, akan menimbulkan kemungkinan gharar, seperti halnya jual beli ikan di dalam laut dapat diatasi dengan praktek akuntasi modern dan adanya kewajiban disclosure laporan keuangan kepada pemilik saham.
            Dengan berbagai model penilaian modern saat ini, investor dan pasar secara luas akan dapat memiliki pengetahuan tentang nilai sebuah perusahaan, sehingga saham-saham dapat diperjual belikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dalam hal ini, market value tampaknya lebih mencerminkan nilai yang lebih wajar dibandingkan dengan book value. Dengan demikian dapat ditarik kjesimpulan bahwa sekuritas –sekuritas dapat diperjual belikan dengan menggunakan mekanisme pasar sebagai penentu harga, sehingga capital gain maupun profit sharing dari dividen dapat diperoleh.
           
Kendala dan Starategi
            Menurut Nurul Huda, Pakar Pasar Modal Syariah Pascasarjana UI (2006),  dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indoensia, ada beberapa kendala yang dihadapi : antara lain :
1.         Belum ada ketentuan yang menjadi legitimisi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya Undang-Undang. Perkembangan keberadaan pasar modal syariah saat ini merupakan gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih tergantung dari permintaan pelaku pasar yang menginginkan keberadaan pasar modal syariah
2.         Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang disyariahkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal
3.         Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal perlu dukungan dari berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan pasar modal perlu dukungan berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index dan reksadana syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi bisa menjelaskan secara ilmiah

Beradasarkan pada kendala –kendala di atas maka strategi yang perlu dikembangkan :
1)         Keluarnya Undang-Undang Pasar modal syariah diperlukan untuk mendukung keberadaan pasar modal syariah atau minimal menyempurnakan UUPM No 8 Tahun 1995, sehingga dengan hal ini diharapkan semakin mendorong perkembangan pasar modal syariah
2)         Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah
3)         Diperlukan rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan keberadaan pasar modal syariah di tanah air.
4)         Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah, oleh karena itu dukungan akadmisi sangat diperlukan guna memahamkan perlunya keberadaan pasar modal syariah.
(Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi islam Indoensia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Islam UI dan Program Magister Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti.)